KECERDASAN
EMOSIONAL/EMOTIONAL INTELLIGENT (EI)
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Psikologi Pendidikan
Dosen pengampu
Drs. M.
Irfan Burhani, M.Psi.
Disusun oleh:
NAMA :
Qurun Azizah
NIM :
932507612
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KEDIRI
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dulu,
semua orang beranggapan bahwa anak yang cerdas adalah mereka yang memiliki IQ
tinggi. Namun kenyataannya, angka IQ yang tinggi bukanlah jaminan bagi
kesuksesan mereka di masa depan kelak. Sering ditemukan dalam proses belajar
mengajar di sekolah, siswa yang tidak dapat meraih prestasi belajar yang setara
dengan kemampuan inteligensinya. Ada siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi
tinggi, tetapi memperoleh prestasi belajar yang relatif rendah. Tetapi, ada
siswa yang walaupun kemampuan inteligensinya relatif rendah, ia bisa meraih
prestasi belajar yang relatif tinggi. Itu sebabnya, taraf inteligensi bukan merupakan
satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan seseorang. Ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu
kecerdasan emosional (EQ).[1]
Peserta
didik yang memiliki tingkat kecerdasan emosional (EQ) yang lebih baik,
cenderung dapat menjadi lebih terampil dalam menenangkan dirinya dengan cepat,
jarang tertular penyakit, lebih terampil dalam memusatkan perhatian, lebih baik
dalam berhubungan dengan orang lain, lebih cakap dalam memahami orang lain, dan
untuk kerja akademis di sekolah lebih baik.[2]
Sehingga dia akan mampu menyeleseikan seluruh beban akademisnya tanpa stress
yang berlebihan. Lebih lanjut, Kecerdasan emosional juga menjadikan anak
memiliki kemampuan untuk memotivasi diri sendiri serta tetap bersemangat untuk
menghadapi berbagai kesulitan yang mungkin dihadapinya.[3]
Menurut
Goleman, kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan,
sedangkan 80% adalah sumbangan faktor-faktor kekuatan lain di antaranya adalah
kecerdasan emosional (EQ). Dalam proses belajar siswa, kedua inteligensi itu
sangat diperlukan. IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi
penghayatan emosional terhadap mata pelajaran yang disampaikan di sekolah.
Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan belajar siswa di
sekolah.[4]
Melihat
pentingnya kecerdasan emosional bagi peserta didik seperti yang sudah
dikemukakan dalam paparan di atas, maka penulis tertarik untuk memilih tema
Emotional Intelligence (EI) untuk dibahas dalam makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
Adapun
permasalahan yang ingin dibahas dalam makalah ini adalah:
1.
Apa pengertian kecerdasan
emosional/Emotional Intelligence (EI)?
2.
Bagaimana sejarah dan konseptualisasi
dari kecerdasan emosional?
3.
Bagaimana ciri-ciri kecerdasan
emosional?
4.
Apa saja faktor-faktor yang
mempengaruhi kecerdasan emosional?
5.
Bagaimana manfaat pendidikan
keterampilan emosional?
6.
Bagaimana cara melatih kecerdasan
emosional pada anak?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kecerdasan
Emosional
Emosi adalah perasaan tertentu
yang bergejolak dan dialami seseorang serta berpengaruh pada kehidupan manusia.
Emosi memang sering dikonotasikan sebagai sesuatu yang negatif. Bahkan, pada
beberapa budaya emosi dikaitkan dengan sifat marah seseorang. Menurut Aisah
Indiati (2006), sebenarnya terdapat banyak macam ragam emosi, antara lain
sedih, takut, kecewa, dan sebagainya yang semuanya berkonotasi negatif. Emosi
lain seperti senang, puas, gembira, dan lain-lain, semuanya berkonotasi
positif.[5]
Menurut Gardner, akar kata emosi
adalah movere, kata kerja Bahasa Latin yang berarti “menggerakkan,
bergerak”, ditambah awalan “e-” untuk memberi arti “bergerak menjauh”,
menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.
Sehingga dikatakan bahwa emosi adalah akar dorongan untuk bertindak.[6]
Sedangkan
pengertian kecerdasan emosional mencakup kemampuan-kemampuan mengatur keadaan
emosional diri sendiri dan memahami emosi orang lain. Menurut para ahli,
kecerdasan emosional didefinisikan sebagai berikut:
1.
Salovey dan Mayer (1990) mendefinisikan
kecerdasan emosional sebagai:“suatu jenis kecerdasan sosial yang melibatkan
kemampuan memantau perasaan sosial pada diri sendiri dan orang lain,
memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran
dan tindakan.”[7]
2.
Menurut
Goleman, kecerdasan emosional adalah “kemampuan seseorang mengatur kehidupan
emosinya dengan intelegensi (to manage our emotional life
with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the
appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran
diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.”[8]
3.
Bar-On pada tahun 1992 seorang
ahli psikologi Israel, mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai serangkaian
kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
berhasil dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan (Goleman, 2000:
180).[9]
4.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
edisi ketiga, kecerdasan emosional adalah “kecerdasan yang berkenaan dengan
hati dan kepedulian antar sesama manusia, makhluk lain dan alam sekitar.”
(Pusat Bahasa Depdiknas, 2007:209).[10]
5.
Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan
bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan,
memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber
energi dan pengaruh yang manusiawi.[11]
6.
Menurut Harmoko (2005), kecerdasan
emosi dapat diartikan kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan
dengan tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang
lain, serta membina hubungan dengan orang lain.[12]
7.
Menurut Dwi Sunar P. (2010),
kecerdasan emosional adalah “kemampuan seseorang untuk menerima, menilai,
mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain disekitarnya.”[13]
Berdasarkan
definisi para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah
kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan
baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain.
B.
SEJARAH DAN KONSEPTUALISASI KECERDASAN EMOSIONAL
Teori mengenai kecerdasan emosional pertama kali
dicetuskan oleh Salovey dan Mayer tahun 1990. Mereka (Solovey dan Mayer)
mendefinisikan EQ (emotional quotient) sebagai “kemampuan untuk memahami
perasaan diri sendiri, untuk berempati terhadap perasaan orang lain dan untuk
mengatur emosi, yang secara bersama berperan dalam peningkatan taraf hidup
seseorang”.
Sebelumnya,
istilah kecerdasan emosi berasal dari konsep kecerdasan sosial yang dikemukakan
oleh Thorndike pada tahun 1920 dengan membagi 3 bidang kecerdasan yaitu
kecerdasan abstrak (seperti kemampuan memahami dan memanipulasi simbol verbal
dan matematika), kecerdasan konkrit seperti kemampuan memahami dan memanipulasi
objek, dan kecerdasan sosial seperti kemampuan untuk memahami dan berhubungan
dengan orang lain.[14]
Sampai
sekarang, konsep teoritis masih kurang (Young, 1996). Namun, dengan konseptual
mengintegrasikan penelitian yang ada, peran kecerdasan emosi dalam psikologi
dapat lebih mudah dilihat. Salovey Mayer berpendapat bahwa emotional
intelligence berhubungan dengan kecerdasan interpersonal dan intrapersonal,
sebagaimana diusulkan oleh Howard Gardner (1983).[15]
Salovey
menempatkan kecerdasan pribadi Gardner dalam definisi dasar tentang kecerdasan
emosional yang dicetuskannya, seraya memperluas kemampuan ini menjadi lima
wilayah utama: mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri,
mengenali emosi orang lain (empati), dan membina hubungan dengan orang lain. [16]
Orang
yang cerdas secara emosional mampu mengenali, merespon dan mengekspresikan
emosi diri sendiri dan orang lain secara lebih baik dan lebih tepat. Mereka
cenderung lebih berbakat dalam mengenali reaksi emosional orang lain, sehingga
menghasilkan respon empati kepada mereka. Dengan demikian, orang lain akan
melihat mereka sebagai sosok yang hangat dan tulus. Sebaliknya orang yang tidak
mempunyai kecerdasan emosional sering terlihat sebagai sosok yang tidak sopan
atau malu-malu.
Individu
dikatakan memiliki emosional yang cerdas apabila mahir mengatur emosi. Proses
ini sering digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu, karena dapat
menyebabkan munculnya mood adaptif orang lain. Dengan kata lain, mereka yang cerdas
secara emosional akan mampu meningkatkan suasana hati diri mereka dan suasana
hati orang lain. Akibatnya, mereka mampu memotivasi orang lain untuk mencapai
tujuan yang bermanfaat. Namun, kadang-kadang keterampilan ini bersifat
antisosial yang digunakan untuk memanipulasi orang lain.
Kecerdasan
emosional dapat digunakan dalam pemecahan masalah. Salovey Mayer (1990)
menyatakan bahwa individu cenderung berbeda dalam kemampuan untuk mengatur
emosi mereka ketika memecahkan masalah. Baik emosi dan suasana hati memiliki
pengaruh dalam strategi pemecahan masalah. Mereka sampai pada kesimpulan bahwa
suasana hati yang positif memungkinkan fleksibilitas dalam perencanaan masa
depan, yang memungkinkan persiapan yang lebih baik untuk memanfaatkan peluang
di masa depan. Secara umum, individu dengan
sikap optimistis terhadap kehidupan dengan membangun pengalaman interpersonal
akan memperoleh hasil yang lebih baik untuk diri sendiri dan orang-orang di
sekitarnya. Sehingga, dapat dikatakan bahwa individu yang cerdas secara
emosional pasti memperoleh keuntungan dalam hal pemecahan masalah di
kehidupannya.[17]
C.
Ciri-ciri Kecerdasan Emosional
Sampai
sekarang belum ada alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kecerdasan
emosi seseorang. Walaupun demikian, ada beberapa ciri-ciri yang mengindikasi seseorang
memiliki kecerdasan emosional. Goleman menyatakan bahwa secara umum ciri-ciri
seseorang memiliki kecerdasan emosi adalah mampu memotivasi diri sendiri, bertahan
menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan
kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak
melumpuhkan kemampuan berfikir serta berempati dan berdoa.[18]
Lebih lanjut Salovey dalam Goleman (1996) memerinci lagi aspek-aspek kecerdasan
emosi secara khusus sebagai berikut:[19]
1.
Mengenali emosi diri, yaitu kesadaran
diri—mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi—merupakan dasar kecerdasan
emosional. Kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu merupakan hal
penting bagi wawasan psikologi dan pemahaman diri. Ketidakmampuan untuk mencermati
perasaan kita yang sesungguhnya membuat kita berada dalam kekuasaan perasaan.
2.
Mengelola emosi, yaitu menangani
perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan pas adalah kecakapan yang
bergantung pada kesadaran diri. Kemampuan mengelola emosi meliputi kemampuan
untuk menghibur diri sendiri, melapaskan kecemasan, kemurungan, atau
ketersinggungan. Orang-orang yang buruk kemampuannya dalam keterampilan ini
akan terus-menerus bertarung melawan perasaan murung, sementara mereka yang
pintar dapat bangkit kembali dengan jauh lebih cepat dari kemerosotan dan
kejatuhan dalam kehidupan.
3.
Memotivasi diri sendiri, yaitu menata emosi
sebagai alat untuk mencapai tujuan. Ini adalah hal yang sangat penting dalam
kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai
diri sendiri, dan untuk berkreasi. Kemampuan ini didasari oleh kemampuan
mengendalikan emosi, yaitu menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan
dorongan hati. Orang-orang yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih
produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.
4.
Mengenali emosi orang lain (empati), yaitu
kemampuan yang juga begantung pada kesadaran diri emosional, merupakan
“keterampilan bergaul” dasar. Orang yang empatik lebih mampu menangkap
sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang
dibutuhkan atau dikehendaki orang lain.
5.
Membina hubungan, yaitu keterampilan
mengelola emosi orang lain. Ini merupakan keterampilan yang menunjang
popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi. Orang-orang yang
hebat dalam keterampilan ini akan sukses dalam bidang apapun yang mengandalkan
pergaulan yang mulus dengan orang lain.
D.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional
Kecerdasan
emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat
berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada
masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional.
Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun
keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di
dunia nyata. Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan.[20]
Menurut Goleman (1997)
menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi
individu yaitu:[21]
1.
Lingkungan keluarga; kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama dalam mempelajari emosi.
Kecerdasan emosi dapat diajarkan pada saat masih bayi melalui ekspresi.
Peristiwa emosional yang terjadi pada masa anak-anak akan melekat dan menetap
secara permanen hingga dewasa. Kehidupan emosional yang dipupuk dalam keluarga
sangat berguna bagi anak kelak dikemudian hari. Pembelajaran emosi bukan hanya
melalui hal-hal yang diucapkan dan dilakukan oleh orang tua secara langsung
kepada anak-anaknya, melainkan juga melalui contoh-contoh yang mereka berikan
sewaktu menangani perasaan mereka sendiri atau perasaan yang biasa muncul
antara suami dan istri. Ada orang tua yang berbakat sebagai guru emosi yang
sangat baik, ada yang tidak.
2.
Lingkungan non keluarga; hal ini yang terkait adalah lingkungan masyarakat dan pendidikan.
Kecerdasan emosi ini berkembang sejalan dengan perkembangan fisik dan mental
anak. Pembelajaran ini biasanya ditujukan dalam suatu aktivitas bermain peran
sebagai seseorang diluar dirinya dengan emosi yang menyertai keadaan orang lain
(Goleman, 1997).
Menurut Le Dove (Goleman,
1997) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi antara lain:[22]
1.
Fisik;
bagian yang paling menentukan atau paling berpengaruh terhadap kecerdasan emosi
seseorang adalah anatomi saraf emosi yang berada di otak. Bagian otak yang
digunakan untuk berfikir yaitu korteks (kadang kadang disebut juga neo korteks)
yang berperan penting dalam memahami sesuatu secara mendalam, menganalisis
mengapa mengalami perasaan tertentu dan selanjutnya berbuat sesuatu untuk
mengatasinya. Sebagai bagian yang berada
dibagian otak yang mengurusi emosi yaitu system limbic yang terutama
bertanggung jawab atas pengaturan emosi dan implus. Sistem limbic meliputi
hippocampus, tempat berlangsungnya proses pembelajaran emosi dan tempat
disimpannya emosi. Selain itu ada amygdala yang dipandang sebagai pusat
pengendalian emosi pada otak.
2.
Psikis.
Kecerdasan emosi selain dipengaruhi oleh kepribadian individu, juga dapat
dipupuk dan diperkuat dalam diri individu.
Berdasarkan uraian tersebut
dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan
emosi seseorang yaitu secara fisik dan psikis. Secara fisik terletak di bagian
otak yaitu konteks dan sistem limbic, secara psikis meliputi lingkungan
keluarga dan lingkungan non keluarga.
E.
Manfaat Pendidikan Keterampilan Emosional
Sementara
itu, Goleman mengungkapkan keunggulan dari keterampilan emosional:[23]
a. Kesadaran
diri emosional
·
Perbaikan dalam mengenali dan merasakan emosinya sendiri.
·
Lebih mampu memahami penyebab perasaan yang timbul.
·
Mengenali perbedaan perasaan dengan tindakan.
b. Mengelola
emosi
·
Toleransi yang lebih tinggi terhadap frustasi dan pengelolaan
amarah.
·
Berkurangnya ejekan verbal, perkelahian, dan gangguan di luar
kelas.
·
Lebih mampu mengungkapkan amarah dengan tepat, tanpa berkelahi.
·
Berkurangnya larangan masuk sementara dan skorsing.
·
Berkurangnya perilaku agresif atau merusak diri sendiri.
·
Perasaan yang lebih positif tentang diri sendiri, sekolah, dan
keluarga.
·
Lebih baik dalam menangani ketegangan jiwa.
·
Berkurangnya kesepian dan kecemasan dalam perggaulan.
c. Memanfaatkan
emosi secara produktif
·
Lebih bertanggung jawab.
·
Lebih mampu memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan dan
menaruh perhatian.
·
Kurang impulsif, lebih menguasai diri.
·
Nilai pada tes-tes prestasi meningkat.
d. Empati:
membaca emosi
·
Lebih mampu menerima sudut pandang orang lain.
·
Memperbaiki empati dan kepekaan terhadap perasaan orang lain.
·
Lebih baik dalam mendengarkan orang lain.
e. Membina hubungan
·
Meningkatkan kemampuan menganalisis dan memahami hubungan.
·
Lebih baik dalam menyeleseikan pertikaian dan merundingkan
persengketaan.
·
Lebih baik dalam menyeleseikan persoalan yang timbul dalam
hubungan.
·
Lebih tegas dan terampil dalam berkomunikasi.
·
Lebih populer dan mudah bergaul; bersahabat dan terlibat dengan
teman sebaya.
·
Lebih dibutuhkan oleh teman sebaya.
·
Lebih menaruh perhatian dan bertenggang rasa.
·
Lebih memikirkan kepentingan sosial dan selaras dalam kelompok.
·
Lebih suka berbagi rasa, bekerja sama, dan suka menolong.
·
Lebih demokratis dalam bergaul dengan orang lain.
F.
Cara Melatih Kecerdasan Emosional Anak
Keluarga merupakan hal yang pertama kali diamati ketika anak
baru berusia lima tahun, dan sekali lagi diamati saat anak itu sudah mencapai usia
sembilan tahun. Oleh karena itu, orang tua dalam hal ini harus menjadi pelatih
yang efektif bagi anak untuk meningkatkan kecerdasan emosional anak. Proses
tersebut biasanya terjadi dalam lima langkah:
1)
Menyadari emosi anaknya; yaitu orang tua merasakan apa
yang dirasakan oleh anak-anak mereka. Agar bisa melakukannya, orang tua harus
menyadari emosi-emosi, pertama dalam diri mereka sendiri kemudian dalam diri
anak-anak mereka.[24]
Orang tua yang awas dapat mengenali isyarat-isyarat malapetaka emosional pada
anak-anak mereka, isyarat-isyarat itu muncul dalam tingkah laku seperti makan
terlalu banyak, hilangnya nafsu makan, mimpi buruk, dan keluhan pusing-pusing
atau sakit perut.
2)
Mengakui emosi itu sebagai peluang untuk kedekatan dan
mengajar;
yaitu mengakui emosi anak dan menolong mereka mempelajari
keterampilan-keterampilan untuk menghibur diri mereka sendiri.[25]
3)
Mendengarkan dengan penuh empati dan meneguhkan perasaan
anak tersebut;
yaitu mendengarkan dan mengamati petunjuk-petunjuk fisik emosi pada anak. Orang
tua menggunakan imajinasi mereka untuk melihat situasi tersebut dari titik
pandang anak kemudian menggunakan kata-kata mereka untuk merumuskan kembali
dengan cara yang menenangkan dan tidak mengecam untuk menolong anak-anak mereka
memberi nama emosi-emosi mereka itu.[26]
4)
Menolong anaknya menemukan kata-kata untuk memberi nama
emosi yang sedang dialaminya; langkah ini merupakan langkah yang gampang dan sangat
penting dalam pelatihan emosi, misalnya tegang, cemas, sakit hati, marah, sedih
dan takut. Menyediakan kata-kata dengan cara ini dapat menolong anak-anak
mengubah suatu perasaan yang tidak jelas, menakutkan, dan tidak nyaman menjadi
sesuatu yang dapat dirumuskan, sesuatu yang mempunyai batas-batas dan merupakan
bagian wajar dari kehidupan sehari-hari. Studi-studi memperlihatkan bahwa
tindakan memberi nama emosi itu dapat berefek menentramkan terhadap sistem
saraf, dengan membantu anak-anak untuk pulih kembali lebih cepat dari
peristiwa-peristiwa yang merisaukan.[27]
5)
Menentukan batas-batas sambil membantu anak memecahkan
masalah yang dihadapi;
proses ini memiliki beberapa tahap: (1) menentukan batas-batas terhadap tingkah
laku yang tidak pada tempatnya, (2) menentukan sasaran, (3) memikirkan
pemecahan yang mungkin, (4) mengevaluasi pemecahan yang disarankan berdasarkan
nilai-nilai keluarga, dan (5) menolong
anak memilih satu pemecahan.[28]
Selain terjadi dalam lingkungan keluarga, pendidikan emosi
bisa diupayakan di lingkungan sekolah. Sekolah harus menyertakan keterampilan
emosional di dalam kurikulumnya, misalnya pelajaran untuk bekerja sama. Di
Amerika, keterampilan emosional ini disebut “Self Science”.
Self Science adalah perintis gagasan yang saat ini (pada
tahun 1996, yakni tahun penulisan buku Emotional Intellegence oleh Goleman)
menyebar di sekolah-sekolah dari pantai timur sampai pantai barat Amerika
Serikat. Nama dari pelajaran semacam ini beragam mulai dari social development
(pengembangan sosial), life skill (keterampilan hidup), sampai social and
emotional learning (pembelajaran sosial dan emosi). Benang merahnya adalah
sasaran untuk meningkatkan kadar keterampilan emosional dan sosial pada anak
sebagai bagian dari pendidikan reguler mereka.[29]
BAB
III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan mengenai kecerdasan emosional di
atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
Pengertian kecerdasan emosional
adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi
dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain.
2. Teori mengenai kecerdasan emosional
pertama kali dicetuskan oleh Salovey dan Mayer tahun 1990. Sebelumnya, istilah kecerdasan emosi berasal dari konsep kecerdasan
sosial yang dikemukakan oleh Thorndike pada tahun 1920.
3.
Goleman menyatakan bahwa secara umum ciri-ciri seseorang memiliki
kecerdasan emosi adalah mampu memotivasi diri sendiri, bertahan menghadapi
frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan,
mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan
berfikir serta berempati dan berdoa.
4.
Faktor yang dapat mempengaruhi
kecerdasan emosi seseorang yaitu secara fisik dan psikis. Secara fisik terletak
di bagian otak yaitu konteks dan sistem limbic, secara psikis meliputi
lingkungan keluarga dan lingkungan non keluarga.
5.
Pendidikan keterampilan emosional
memiliki banyak manfaat bagi anak yang pada intinya meningkatkan prestasi dan
membuat mereka hidup lebih baik.
6.
Proses
melatih kecerdasan emosional pada anak biasanya terjadi dalam lima langkah,
yaitu menyadari emosi anaknya, mengakui emosi itu sebagai peluang untuk
kedekatan dan mengajar; mendengarkan dengan penuh empati dan meneguhkan
perasaan anak tersebut; menolong anaknya menemukan kata-kata untuk memberi nama
emosi yang sedang dialaminya; dan menentukan batas-batas sambil membantu anak
memecahkan masalah yang dihadapi.
DAFTAR PUSTAKA
Aminah, Mimin. “Kecerdasan Emosional Membentuk
Karakter Peserta Didik”. Tribun-Timur.com (online), 2012, (http://makassar.tribunnews.com, diakses tanggal 12 Desember 2013).
Anonim. “Kecerdasan Emosional Pengertian, Definisi,
dan Unsur-unsurnya”. Dunia Psikologi (online), 2012, (http://www.duniapsikologi.com, diakses tanggal 9 Desember 2013).
Anonim. “Pengertian Kecerdasan Emosional Menurut Para
Ahli Faktor”. Rumah Kemuning (online), 2012, (http://rumahkemuning.com, diakses tanggal 9 Desember 2013).
Anonim. “Pentingnya Kecerdasan Emosional”. Riau Pos.Co
(online), 2013, (http://www.riaupos.co,
diakses tanggal13 Desember 2013).
Goleman, Daniel. Kecerdasan Emosional.
Terj. T. Hermaya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996.
Gottman, John & Joan de Claire. Kiat-kiat
Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional. Terj. T. Harmaya.
Jakarta: Gramedia, 1997.
Hendry. “Definisi Kecerdasan Emosional (EQ)”. Teori-Online
(online), 2010, (http://teorionline.wordpress.com, diakses tanggal 14 desember 2013).
Mabruria, Arni. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kecerdasan Emosi”. Education for all (online), 2012, (http://arnimabruria.blogspot.com,
diakses tanggal 13 Desember 2013).
Prawira, Purwa Atmaja, Psikologi Pendidikan
dalam Perspektif Baru. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
Saefullah, Uyoh. Psikologi Perkembangan dan Pendidikan. Bandung:
Pustaka Setia, 2012.
Sunar P, Dwi. Edisi Lengkap Tes IQ, EQ, dan
SQ. Jogjakarta: FlashBooks, 2010.
[1] Uyoh
Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan (Bandung: Pustaka
Setia, 2012), 166.
[2] Mimin Aminah, “Kecerdasan Emosional Membentuk Karakter Peserta Didik”,
Tribun-Timur.com, http://makassar.tribunnews.com,
10 Desember 2012, diakses tanggal 12 Desember 2013.
[3] Anonim, “Pentingnya Kecerdasan Emosional”, Riau
Pos.Co, http://www.riaupos.co, 18 Agustus 2013, diakses tanggal 13 Desember
2013.
[4] Saefullah, Psikologi Perkembangan., 166.
[5]Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru (Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012)., 159.
[6] Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, terj. T. Hermaya
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), 7.
[7] Dwi Sunar P., Edisi Lengkap Tes IQ, EQ, dan SQ (Jogjakarta:
FlashBooks, 2010), 132.
[8] Uyoh Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan (Bandung:
Pustaka Setia, 2012), 168.
[9]
Anonim, “Pengertian Kecerdasan Emosional Menurut Para Ahli Faktor”, Rumah
Kemuning.com, http://rumahkemuning.com,
Mei 2012, diakses tanggal 9 Desember 2013.
[10]---------, “Pengertian Kecerdasan Emosional”, Rumah Kemuning.com, http://rumahkemuning.com, Desember 2012,
diakses tanggal 9 Desember 2013.
[11]
Anonim, “Kecerdasan Emosional Pengertian, Definisi, dan Unsur-unsurnya”, Dunia
Psikologi, http://www.duniapsikologi.com,
27 September 2012, diakses tanggal 9 Desember 2013.
[12] Ibid.
[13] Sunar, Edisi Lengkap Tes IQ, EQ, dan SQ ., 129.
[14] Hendry, “Definisi Kecerdasan Emosional (EQ)”, Teori-Online, http://teorionline.wordpress.com,
26 Januari 2010, diakses tanggal 14 desember 2013.
[15] Sunar, Edisi Lengkap Tes IQ, EQ, dan SQ ., 132.
[16] Goleman, Kecerdasan Emosional.,57-58.
[17] Ibid., 137-138.
[18] Goleman, Kecerdasan Emosional., 45.
[19] Ibid., 58-59.
[20] Hendry, “Definisi Kecerdasan Emosional (EQ)”, Teori-Online, http://teorionline.wordpress.com,
26 Januari 2010, diakses tanggal 14 Desember 2013.
[21] Arni Mabruria,
“Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi”, Education for all, http://arnimabruria.blogspot.com, 14 Maret 2012, diakses tanggal 13 Desember
2013.
[22] Ibid.
[23] Goleman, Kecerdasan Emosional., 403-405.
[24] John Gottman dan Joan de Claire, Kiat-kiat Membesarkan Anak yang
Memiliki Kecerdasan Emosional, terj. T. Harmaya (Jakarta: Gramedia, 1997),
73.
[25] Ibid.,94.
[26] Ibid., 95-96.
[27] Ibid., 101-102.
[28] Ibid., 103.
[29] Goleman, Kecerdasan Emosional., 372.
Assalamualaikum, saya mau tanya dong, buku Sunar P, Dwi. Edisi Lengkap Tes IQ, EQ, dan SQ. Jogjakarta: FlashBooks, 2010.
BalasHapusmasih punya kah?